Learning System

Full Day School dan Pesantren
Sempat ramai di media, tentang
permberlakuan sistem full day school oleh Menteri Pendidikan, Muhadjir. Awalnya
saya belum engeh dengan masa-masa sekolah yang saya jalani dulu (ciee
dulu). Beberapa khawatir anak-anak tak ada waktu untuk mengaji, sang guru
khawatir bagaimana cara membagi waktu untuk mengurus laporan-laporan belajar
dan keluarga, ada pula yang melihat dari sisi keadaan psikologi anak yang akan
mengalami stress dini. Tapi, tak sedikit pula yang mendukung, tentu terutama
dari kalangan orang tua yang supper sibuk. Atau yang menangkap sistem tersebut
sebagai sistem yang akan keep anak-anak dari hal-hal yang negative. Toh,
sebenarnya saat ini mereka pasti sudah memilihkan sekolah bagi anaknya, yang sistemnya kurang lebih seperti itu.
Saya jadi senyum-senyum sendiri, mengingat
masa-masa belajar di bangku Madrasah Ibtidaiyah hingga Madrasah Aliyah. Saat
MI, saya berangkat dan pulang sekolah seperti biasa. Kemudian dilanjutkan
dengan mengaji pada pukul 14:00-16:00. Kalau di desa, biasanya mereka sekolah
dua kali. Pagi hari untuk tingkat Sekolah Dasar selama enam tahun dan Madrasah Diniyah
di siang hari selama empat tahun. Menginjak jenjang Madrasah Tsanawiyah saya
mulai mengaji di malam hari dan membantu mengajar di siang harinya. Sedangkan
saat Madrasah Aliyah, aktivitas belajar sudah dimulai usai shubuh hingga pukul
21:00 WIB.
Foto lagi ngaji, gak terlalu jelas takut ketauan malah moto. :)
Mukenanya harus putih jadi kaya seragaman.
Kalau kawan-kawan di Pesantren atau yang
tinggal di Asrama yang full kegiatan pasti sudah terbiasa dengan hal ini. Kegiatan
yang begitu padat, sampai-sampai waktu untuk mencuci baju pun sulit. Jadi, hari
libur pasti produktif sekali. Hehe. Banting-banting baju di kamar mandi. Waktu senggang
hanya didapat saat hari Jum’at. Itu pun tidak libur sepanjang hari, saya masih
punya jadwal mengaji sebanyak tiga kali. Kira-kira beginilah gambaran kegiatan saya saat masa
sekolah dan pesantren:
Hari
|
Pukul
|
Kegiatan
|
Senin-Kamis, dan Sabtu
|
1. 03:30-05:00
2. 05:30-07:00
3. 07:00-13:30
4. 13:30-15:00
5. 15:30-17:00
6. 17:00-18:00
7. 18:00-21:00
8. 21:00-22:00
|
1. Bangun, Mandi, Sholat
2. Mengaji
3. Sekolah
4. Mengaji
5. Sholat dan Mengaji
6. Istirahat (kodisional)
7. Sholat dan Mengaji
8. Menyetor Hafalan
|
Jum’at
|
05:30-07:00
12:00-13:00
|
Jumsih /Piket Bareng
Libur (sebelum dan sesudahnya kegiatan sama)
|
Minggu
|
1. 03:30-05:00
2. 05:30-07:00
3. 09:00-11:00
4. 11:00-12:00
5. 13:30-15:00
6. 15:30-17:00
7. 17:00-18:00
8. 18:00-21:00
9. 21:00-22:00
|
1. SDA
2. SDA
3. Mengaji (jadwal sebenarnya jika hanya menjadi santri)
4. Qoilulah (tidur siang)
5. SDA
6. SDA
7. SDA
8. SDA
9. SDA
|
Melihat jadwal yang padat seperti itu pasti
bikin tarik nafas sejenak ya. Tapi, jadwal yang seperti itulah ynag membuat
saya jadi gak da waktu untuk kebayang rumah kemudian mewek gara-gara
pengen pulang. Kalau masa-masa nangis ngalamin, hanya tak lama selang dua
minggu sudah mulai nyaman. So, cari pesantren yang padat jadwal. Hehehe.
Di tempat saya jadi santri, antara sekolah
dan pesantren terpisah, karena memang pesantren tersebut tidak menyediakan
sekolah. Hanya saja sudah bekerja sama dengan satu sekolah dekat ponpes (pondok
pesantren). Jaraknya kurang lebih sekitar 100 m. Karena pemiliknya berbeda,
tentu kebijakannya pun berbeda. Sehingga tak jarang peraturan saling berbenturan.
Tapi, tidak menjadi masalah yang besar ko. ^^
Semua tetap berjalan normal.
Kalau ditanya capek atau nggak? Ya, tentu
capek. Tapi, senang bisa menjalani masa-masa itu. Kala bangun lebih pagi lagi
karena harus piket masak. Harus piket bangunin teman-teman, piket bersih-bersih
pesantren, ditambah piket membaca al-Qur’an di speaker (ini piket khusus yang
suaranya lolos audisi. Hehehe). Pernah saya mengundurkan diri. Wkwkkwk sampe
dimarahin guru saya.
Sekilas tentang Jumsih (Jum’at bersih) itu
menyenangkan sekali. Ada bagian bersihin kulah (semacam kolam), bersihin lorong
pakai karung dan sabun, kaya maen seluncur gitu. Hehe. Ada yang besihin sampah
di kolam ikan, ngepel, bersihin WC, bersihin tempat jemur baju. Nah, karena
tempatnya di lantai dua. Jadi airnya digerek pakai tali. Serruuu. Hal ini
membuat pesantren saya menjadi pesantren yang zuper bersih. Hehehe. Bisa dibuktikan
^^ . meskipun pesantrennya sederhana. Tapi penataannya indah. Kalau dengan
jadwal seperti ini, lebih-lebih dari full day school, baik yang di
Jepang maupun Korea ya?. Tentunya sistem seperti ini sudah bertahan ratusan
tahun di beberapa pesantren Indonesia. ^^ Sejak itu saya engeh, ternyata
saya mengalami masa full day school tentunya dengan versi saya.
Orang tua, anak dan guru.
Saat ini pun sama, saya menjadi guru
mengaji pengganti di rumah. Ibu selalu mengusahakan sistem terbaik untuk
anak-anak yang mengaji. Mulai dari tingkat Taman Pendidikan Al-Quran, Diniyah,
Pra Remaja, dan Remaja. Semuai disesuaikan dengan jadwal kegiatan sekolah
mereka. Jika tahun ini mereka sekolah pagi, maka mereka mengaji di siang hari. Apabila
sekolah siang, mereka mengaji sehabis shubuh hingga pukul 07:00. Karena pukul
08:00 sudah ada anak-anak TKQ yang siap belajar.
Saya juga ingin menuliskan kekaguman saya
kepada ibu saya. Ia membuat jadwal mengaji tanpa libur. Satu hari pun. Saya saja
yang hanya mengajar saat kuliah libu, tarik nafas dalam-dalam lihat jadwalnya. Meskipun
tidak se-ekstrem saat saya di pesantren. Tapi, 11,12 kayaknya. Tentunya, karena
rumah saya bukan pesantren. Anak-anak mengaji hanya sekali sehari sesuai dengan
tingkat mengaji mereka. Ada yang shubuh, siang, sore dan yang malam. Mereka ada
yang mengaji senin-jum’at untuk jam shubuh sampai sore. Malam hari hanya
senin-rabu. Sedangkan Remaja dua kali di malam sabtu dan minggu. Ibu-ibu? Ada juga.
Hehe. Setiap senin dan selasa sore ditambah minggu shubuh (khusus). Ada juga
pengajian ibu-ibu yang belajarnya tidak di tempat yang sama.
Oh ya, karena jadwal yang cukup padat untuk
saya, dan sangat padat bagi ibu saya. Hehe. Belum lama ini saya sempat
tiba-tiba ingin berdo’a. Saya senang mengajar anak-anak, hanya saja adakalanya
saya merasa jenuh (janagn ditiru ya). Jadi, saya berdo’a agar saat ngaji shubuh,
turun hujan. Sehingga anak-anak yang datang mengaji sedikit. Eit…..do’a saya
terkabul. Hujannya turun!. Tapi……..hujannnya turun setelah anak-anak sampai
semua di pengajian dan berhenti sejenak ketika mereka pulang. Wkwkwk. Walhasil anak-anak
yag mengaji shubuh tetap banyak seperti biasa. Do’a jelek memang tidak manjur
hehehe.
Saya melihat sesuatu yang menarik, pendidikan
terhadap anak tidak boleh dibebankan pada satu lembaga saja. Antara satu
lembaga dan lembaga lainnya tentu bisa menjalin kerjasama baik secara terikat
maupun tidak. Dan yang paling penting adalah peran orang tua. Semua tergantung
pada keduanya. Karena anak bukanlah sandal yang dititipkan kemudian tetap sama
ketika diambil. Anak meniru, anak merasa, anak berfikir, mereka akan terus
belajar. Baik dan buruknya tergantung bagaimana cara orang tua mengarahkan. Kawan-kawan
setujukan dengan kalimat “ Keluarga adalah sekolah pertama dan utama bagi anak”.
Seberapa sering kita menanyakan apa saja
yang anak-anak kita pelajari, seberapa sering kita mau mendengarkan cerita
mereka, seberapa penting anak-anak kita bagi kita?, seberapa kita mengenal anak
kita sendiri, seberapa banyak waktu yang kita sediakan untuk menemani mereka belajar
tentang hidup yang baik dan benar, atau justru kita lebih sering mengina mereka
kemudian membiarkan mereka kesepian dalam ketidakmengertian mereka kalau mereka
merasa kesepian?. Hingga kelak saat dewasa mereka benar-benar menghilang. Layaknya
orang tua yang menghilang saat mereka tumbuh.
Maafkan saya jika tulisan saya ini tidak
terlalu spesifik membahas tentang sistem ful day school yang dicanangkan
Menteri Muhadjir. Karena memang saya sedang asik dengan dunia saya sendiri. Sampai-sampai
saya ditegur dalam mimpi. Ya Allah…
Mudah-mudahan tulisan singkat ini bermanfaat
(^^)/ . Yang ingin sharing tentang kegiatan, sekolah, mengaji maupun pesantren
silahkan isi kolom komentarnya ya.
Komentar
Posting Komentar