IKHLASH
Sabtu itu berhiaskan langit yang
mendung. Tidak seperti minggu kemarin, kali ini saya sudah mandi dan tidak
tari-tarikan sama kasur. Hehe. Sudah bersemangat berangkat ke lebak bulus
dengan Andi Bambang. Diguyur hujan maju terus. Andi lari-lari, saya ngeliatin
dari belakang. Jalan santai walau hujan. Karena saya senang hujan-hujanan
(diusia segini????!!! Ya Allah….) ya, mumpung gak punya bayangan yang menjurus
ke baper.
Dengan baju acak-acakan dan lumayan basah.
Kami masuk ke gedung perbelanjaan yang penuh sama wangi makanan aneh. Sejujurnya
saya kurang nyaman dengan wangi makanan yang menyengat dan bukan asli lokal. Masih
sepi, karena kami berangkat lebih awal. Kami intip mushollanya, sosok pak
ustadz tak Nampak. Sedikit kecewa, tapi kami memutuskan untuk menunggu. Ternyata
ustadznya masih di TOL kejebak macet.
Setelah tiga puluh menit menunggu,
ustadz Zaki pun tiba. Beliau membuka dengan kalimat “bahasan hari ini sangat berat,
dan saya sendiri belum bisa mengamalkannya”. Kemudian beliau mengajukkan
pertanyaan “hal apa yang tidak masuk kedalam rukun dan syarat ibadah apapun,
tapi yang menentukan diterima dan tidaknya adalah hal tersebut?”
Ada beberapa jawaban dari jama’ah
yang datang, saya sendiri awalnya jawab “basmalah” tapi salah, kemudian saya
ganti “ikhlash”.
“Ya, sekarang kita akan membahas
tentang IKLASH”. Ustadz Zaki pun memulai kajiannya.
Masih berhubungan dengan hadits yang
membahas tentang niat. Yang merusak keikhlasan pun sama dengan yang merusak
niat dan ikhlash itu tingkatannya diatas taqwa. Alladzii Kholaqol mauta wal
hayaata liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amalaa. Ia yang menjadikan mati dan
Hidup, supaya menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya.
Diawali dengan firman Allah surat
al-Mulk ayat dua. Menunjukkan bahwa kita dilihat dari kualitas amal kita. Kuantitas
itu penting, dan bisa mengantarkan pada kualitas. Tapi, jangan sampai mengejar
kuantitas lupa jaga kualitas. Dalam ayat lain Allah berfirman wamaa umiruu
illaa liya’budullaha mukhlishiina lahud diin. Dan tidaklah diperintahkan
kecuali beriman kepada Allah dengan Iklash.
Nah, apa itu ikhlash? Sahabat Khuzaifah
al-Yamani r.a pernah bertanya kepada Rosulullah Saw berkenaan tentang ikhlash.
Rosulullah saw kemudian bertanya kepada Jibril, kemudian Jibril bertanya kepada
Allah . “Ikhlash itu : rahasia Ku yang Aku titipkan pada seorang hamba yang Aku
cintai”. Kita dapat belajar dari surat al-Ikhlash Disana tak ada satu kata
ikhlash pun dalam bagian ayatnya. Kiranya itu bisa menjadi gambaran untuk kita
semua. Ketika kita merasa ikhlash, berarti kita tidak ikhlash. Kira-kira begitu.
Saat saya pesantren dulu saya pernah
mendapat cerita dari guru saya, tentang imam Ghozali. Yang mimpi ditanya oleh
Allah “amal mu yang mana yang membawa mu ke Syurga?” imam ghozali menjawab ini
dan itu. “Sesungguhnya, ketika engkau membiarkan seekor lalat hingga diatas
pena mua dan menyedot tintamu itulah amalmu yang membawamu ke syurga”.
Saya tidak mengetahui keshahihan
cerita tersebut, hanya saja bisa menjadi gambaran yang jelas setelah yang
tersirat dari surat al-iklash. Karena biasanya kita cenderung mengingat-ngingat
perbuatan baik kita. Merasa berjasa kemudian menjadi sombong. Disanalah setan
masuk dan merongrong niat kita yang mungkin semula benar menjadi salah arah. Oleh
karena itu Ibnu Abas berkata: jikalau aku mengetahui mana dari amalku yang
ikhlash, niscaya ku akan memohon untuk dicabut nyawaku, karena cukup dengan
satu amalan yang ikhlas dapat menyelamatkan aku dari neraka. Tutur ustadz Zaki
melanjutkan penjelasannya.
Ada pertanyaan yang menarik dari
beliau “kalau kita membaca surat al-waqi’ah agar dimurahkan rezeki, atau sholat
dhuha agar dilancarkan segala urusan, itu ikhlash tidak?” sebagian jama’aah
jawab tidak dan yang lain diam, termasuk saya. Saya tidak tahu harus jawab apa.
“itu ikhlash” tutur beliau. Selama kita
melakukan ibadah dan mengharapkan apa yang Ia ridhoi itu masih ikhlash. Hanya saja
tentu pada tingkatan tertentu. Kalau kata sayyidina ‘Ali Karomallahu wajhah, “Ikhlash
dalam ibadah bisa terlihat dari bagaimana kita melaksanakannya saat sendiri dan
ketika banyak orang”. Dan perihal ini ustadz Zaki juga menyinggung masalah
riya. Ketika di masjid atau musholla kenapa dorongan untuk sholat qobliyah
menjadi lebih kuat? Padahal kalau di rumah gak pernah? Apakah lantas “ya
udahlah, gak usah sholat qobliyah. Daripada gak ikhlash jadi riya”. Nah, justru
kalau gak sholat qobliyah dikarenakan takut riya (dan ini disebabkan karena
takut akan pandangan manusia) maka itu adalah riya. Jadi riya itu melakukan dan
meninggalkan sesuatu karena manusia. Jadi, lebih baik kita betulkan niat, dan
melaksanakan amal baik tersebut. Terus dan terus diperbaiki niatnya. Bahkan menurut imam Ghozali "berbuat kebaikan karena ingin dilihat itu musyrik dan meninggalkan kebaikan karena manusia itu riya".
Part yang paling saya suka dari
materi kajian kemarin. Saat ustadz Zaki menjelaskan bahwa beliau menggunakan do’a
iftitah yang “Allaahumma baa’id bainii…..dst” bukan yang “Allaahu
akbar kabiiroo” dikarenakan beliau malu saat bagian “inna sholaatii
wanusukii …sesungguhnya Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku untuk Allah” saya
merasa belum sampai pada tahap itu. Begitu kata beliau. “Tapi, yang menggunakan
“Allaahu akbar kabiroo” silahkan lanjutkan, karena memang itu diniatkan supaya
disampaikan pada tahap tersebut.” Lanjut beliau.
Mengenai part tersebut saya banyak
menemui yang berantem karena perbedaan dalam do’a iftitah. Merasa paling benar,
merasa paling diterima, merasa paling shohih. Karena diarahkan oleh gurunya
seperti itu. Untuk pandai merasa. Dan melupakan banyak keragaman dalam Islam.
ya sudah ujung-ujungnya gelut. Dikit-dikit mana dalilnya……………………………………………………………??!!!!!!!!!!!
(hhe, saya jadi emosi. Karena saya sendiri sedih kalau kita sesama muslim berantem
karena beda pemahaman atas sesuatu yang bahkan itu tidak mempengaruhi sah dan
tidaknya suatu ibadah).
Pembahasan tentang ikhlash akan
dilanjut sabtu depan, karena kemarin waktunya sudah habis.('o')
Mohon maaf kalau ada penyampaian saya yang kurang mengenakkan hati, mudah-mudahan bermanfaat dan mudah-mudahan Allah mengizinkan kita termasuk kedalam orang-orang yang Ikhlash. Aamiin.^^
Mohon maaf kalau ada penyampaian saya yang kurang mengenakkan hati, mudah-mudahan bermanfaat dan mudah-mudahan Allah mengizinkan kita termasuk kedalam orang-orang yang Ikhlash. Aamiin.^^
Sumber:
Kajian Hadits Arba’in oleh Ust. Zaki
Musholla Asy
Syam, Carrefour Lebak Bulus
Setiap Sabtu,
10:00-12:00 WIB
Komentar
Posting Komentar