Mengaji dan Sekolah. Sekolah dan Mengaji

Dalam tulisan ini, mungkin saya akan memakai kalimat saya dan aku yang keduanya menunjukan pada diri saya. Soalnya kadang saya ngerasa terpaksa juga pakai kata pengganti “saya” dikala saya ngerasa lebih enakan pakai “aku”.hhe

Hari ini, saya ingin menuis berbagai hal yang ada dalam fikiran saya. Jadi , mungkin akan agak lompat-lompat isi tulisan saya ini. Tapi, saya akan berusaha sebaik mungkin untuk menulis dengan baik.

Setiap insaan memiliki kisahnya masing-masing. Entah, mungkin lebih tepat “menjalani kisahnya masing-masing”. Saya teringat satu bait nazhom kitab yang artinya

 “jalmi waktos dibabarkeun..henteu ujug-ujug pinter”  untuk orang Indonesia :D artinya gini “ketika seseorang dilahirkan, tidak ada yang tiba-tiba sudah berilmu”

Saya percaya, bahwa Allah telah membekali semua makhluk Nya dengan bekal yang cukup untuk menjalani kehidupan. Baik apa yang melekat dalam anggota tubuh ataupun yang harus dicapa. Saat dilahirkan semua insan dalam keadaan yang sama dalam hal kepemilikan ilmu. Seorang ilmuan, seorang hafizh qur’an, seorang penyanyi, seorang penulis. Saat baru lahir sama-sama dalam keadaan belum tahu apa-apa. Seterusnya tergantung pilihan masing-masing. Memutuskan untuk menjadi insan yang berilmu kemudian hidup dengan penuh arti. Atau insan yang membiarkan karunia Allah terbengkalai begitu saja (dakam hal ini ‘akal). Sehingga hidup namun bagaikan mayat. Dahulu guru saya pernah memberi nasihat “ilmu itu kalau baru sampai ‘akal belum turun ke hati tidak akan terlihat cahayanya. Begitu banyak orang yang meiliki ilmu, namun tindakannya tidak sesuai dengan ilmu yang ia miliki. Mengapa? Karena ilmu belum sampai pada hatinya” saya mengingat satu hal lagi. Kalimat ini keren sekali “ kalau di dunia ini hanya ada 10 orang yang baik, maka kita harus termasuk kedalam 10 orang tersebut, jika hanya ada 5? Kita harus termasuk kedalam golongan 5  orang itu. Jika hanya 1?! Maka orang itu harus kita”.

Kalau tidak salah ingat, saya sudah mulai terjun kedunia mengajar sejak usia saya 14 tahun. Adanya lembaga pendidikan al-qur’an dirumah, membuat saya jadi lebih cepat terjun lapangan tuk mengajar. Selain memang, kalau dari keluarga ibu. Hampir semuanya mengajar mengaji dengan macam-macam versi. Pengaruh gen ? mungkin.

Saya sangat ingat beberapa pengalaman saya mengajar. Dulu, saya hanya ditugaskan membantu memperhatikan bacaan dan tulisan adik-adik yang mengaji. Tapi, yang memberi materi pelajaran tetap ibu. Anak-anak itu kan macem-macem rupanya ya.hehe saya ingat harus mengajar seorang anak yang suka bermain dengan cairan dihidungnya (diperhalus :D) lalu dia isengin temennya yang lain. Waaww..that’s .. i don’t know.. what i have to say about it. Yang pasti kalau ingat itu saya hanya bisa tersenyum. Alhamdulillah sekarang dia sudah kelas 6 SD, jadi udah gak gitu lagi. Sudah ganteng malah. Meskipun masih suka yaa begitulah.

Ada macam jenjang yang mengaji dirumah. Mulai dari TK, SD, SMP,SMA sampai ibu-ibu. Nah, kalu sekarang jadinya TPQ, DTA, Remaja dan Ibu-ibu. Dengan kelas-kelas. Ibu membuat waktu mengaji bisa disesuaikan dengan jadwal sekolah mereka. Jadi, ada yang pagi, siang dan malam. Saya agak kaget, pas pulang dari kosan,di  bulan puasa. Anak-anak sudah mulai mengaji dari jam 5 pagi ! itu keren  banget. Mereka mau berangkat mengaji dari RUMAH dari RUMAH ini loh... sepagi itu. Dulu waktu masa-masa saya ngaji, sampai terakhir beberapa bulan yang lalu. Untuk jadwal mengaji pagi dimulai pukul 07:00 meski kadang setengah tujuh. Jadi ini adalah suatu gebrakan yang keren. Jadi, anak-anak bisa belajar dengan waktu yang lebih panjang. Karena mau gimana lagi. Ruangan yang tersedia tidak cukup besar. Kalau anak TK sudah waktunya sekolah jam 8. Jadi, anak-anak yang mengaji pagi harus segera dipulangin. Singkat sekali mereka hanya punya waktu satu jam tuk belajar. Berbeda dengan anak-anak yang mengaji di jadwal malam atau siang. Kalau siang hari mereka belajar sekitar 2 jam setengah dan kalau malam bisa sampai 3 jam. Sebenarnya, satu jam buakanlah waktu yang sebentar, kalau anak-anak bisa di kelompokkan dan dibagi dengan beberapa guru. Tapi, percayalah kawan. Itu bukan hal yang mudah. Mencari seorang guru mengaji yang benar-benar kompeten dengan gaji yang tak seberapa bukanlah hal yang mudah. Sulit sangat sulit. Jadi anak-anak pagi yang berjumlah sekitar 40 orang. Hanya dibagi dua kelompok, kadang  kalau satu guru gak masuk, ya jadi digabung.  Sebenarnya agak sulit juga dengan usia dan kemampuan yang berbeda mereka disatukan. Dengan pelajaran yang berbeda. Dan harus selesai diruangan dan durasi yang disatukan. Rasanya subhanallah sekali. Hal ini gak bisa dihindari karena, diantara mereka ada yang sekolah pagi ada juga yang siang. Seperti yang saya katakan sebelumnya, jadwal mengaji mengikuti jadwal mereka sekolah. Jadi, misalkan tahun ini mereka ngaji pagi. Tahun depan bisa jadi ngaji malam. Pengajian mengalah....

Waktu saya masih sekolah di Madrasah Ibtidayah (MI), pernah saya bilang gini ke ibu. Bu, kenapa TK kita gak kita tutup aja ? lagipula kita gak dapat untung apa-apa. Yang ada ibu malah sering kena tipu sama wali murid yang kabur. Hush ! gak boleh ngomong gitu. Kita dapat berkah dari Allah dengan jalan ini. Ibu berharap dengan begini, bisa jadi jalan kedepannya anak-anak ibu bisa jadi anak sholeh dan sholihah. Itulah jawaban ibu atas saran bodohku. Sebenarnya aku sering sedih, karena ibu sering harus nombokin gaji guru. Karena gak semua anak memiliki orang tua yang sadar untuk membayar uang SPP. Aku tahu ibuku gak pernah menjadikan lembaga ini menjadi bisnis pendidikan. Jadi, tuk naikin uang SPP aja ibu mikir panjang. Dulu saya pernah memegang administrasi anak-anak. Luar biasa. Bahkan ada yang belum bayar-bayar SPP selama satu tahun. Terus, apa anak itu dikeluarkan atau didiskriminasi ? tidak. Itu tidak pernah terjadi. Seingat saya mereka hanya diingatkan tuk bayar SPP tanpa paksaan dengan batas waktu. Sekarang saya berfikiran. Saya ingin sekali anak-anak mengaji tanpa harus membayar uang SPP. Biar, guru-guru yang mengajar saya yang menggaji. Pokoknya saya harus jadi orang sukses. Jadi, bisa mewujudkan itu.

Saat saya lulus Madrasah Aliyah saya menunda melanjutkan study formal saya selama setahun. Alhasil, saya mengisi waktu saya dengan jadwal mengajar yang cukup padat. Dan Ibu bisa lebih fokus dengan kegiatan mengajar diluar.  Kadang kalau ibu sedang kurang sehat. Saya juga harus belajar mengajar ibu-ibu. Dan itu bikin saya gemeterrrraan sejadi-jadinya. Ngomong saya jadi kaku. Kalau saya menolak perintah ibu, nanti ibu saya bilang gini “belajar, dulu ibu udah ngajar ibu-ibu di usia MTS”. HAHAHA makanya saya akhirnya ngajar juga dah dengan tangannya yang langsung jadi dingin. Efek nervous*:D.

Mengajar 30 sampai lebih anak-anak sendirian itu feelnya luar biasa. Saya belajar banayk juga dari mereka. Karena merekalah yang sudah sabar menghadapai saya dengan cara mengajar saya yang pasti gak terlepas dari keliru. Dari mereka saya belajar tuk terus memperbaiki cara mengajar saya. Untuk itu satu tahun itu, banyak saya isi dengan membaca beberapa buku psikologi pendidikan karena memahami mereka bukanlah hal yang mudah. Bagi saya mereka adalah bagian dari diri saya. Saya menyayangi mereka, saya suka sedih kalau harus pisah dengan mereka. Entah karena mereka harus melanjutkan ke pesantren atau karena mereka memberhentikan diri sendiri. Saya berharap saya, anak-anak yang mengaji dan semua muslim di dunia ini. Tidak memandang sebelah mata prihal mengaji. Tetap semangat mengaji dimanapun berada. Bukankah pendahulu-pendahulu kita dari kalangan ilmuan semuanya tidak berhanti mengaji. Pasti kerren banget kalau menjadi seorang dokter, arsitek, insinyur, pelukis, penyanyi ,antropolog atau menjadi orang besar lainnya yang terus mengaji sepanjang hidupnya. Karena umat Rasulullah saw tidak pernah diberikan ruang tuk berhenti menuntut ilmu hingga nafas sudah tidak berhembus lagi. Saya tidak membedakan anatara ilmu agama dan ilmu umum. Menurut saya dengan adanya ayat kauniyah dan qauliyah maka jelaslah ilmu agama mencakup semuanya. Matematika, sains, bahasa, filsafat ,IT itu adalah ilmu agama yang termasuk dalam ayat kauniyah. Yang memetakannya menjadi hal yang berbeda adalah pandangan kita sendiri. Karena adanya perbedaan tempat untuk mempelajarinya. Mengaji dan sekolah. Sekolah dan mengaji. Hingga akhir akan terus dijalani. Bukankah imam Ghozali berpesan “jadilah pribadi yang mengusai berbagai macam ilmu pengetahuan”. J saya tahu, masih banyak juga kalangan yang tidak terlalu menganggap penting sekolah. Namun, tidak dapat dipungkiri jumlah yang mengganggap enteng* mengaji lebih banyak. Keduanya adalah pandangan yang salah. Karena Allah memerintahkan kita tuk seimbang dalam hal ini. Terakhir..sekali lagi Mengaji dan sekolah. Sekolah dan mengaji. J



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumpulan Lagu Tajwid

kumpulan lagu anak (Islami)

Perbedaan dan Persamaan Pemikiran Tokoh Ekonomi Islam Kontemporer