MERDEKA
Saat memasuki gerbang
kampus ada yang berbeda. Banner raksasa berisikan ucapan selamat datang kepada
mahasiswa baru, berganti dengan ucapan Dirgahayu
Indonesia ke 70, Ayo Kerja. Saya tersenyum melihat kalimat itu, bagian “ayo kerja” nya. Tiba-tiba
fikiran saya mengarah pada satu pernyataan : ya, sebagian besar penduduk negeri
ini masih banyak yang terjajah oleh diri sendiri. Terjajah atas kebiasaan
konsumtif. Sehingga wajar saja Indonesia dijadikan salah satu target pasar oleh
buanyak produsen asing.
AYO KERJA. Kerja untuk mempertahankan martabat
bangsa ini, kerja untuk melahirkan kreatifitas-kreatifitas baru. Kerja bersih
dan jujur untuk mewujudkan pemerataan kesejahteraan penduduk serta Indonesia
benar-benar merdeka. Kerja, dan kembalikan harga diri bangsa ini. Itulah esensi
kalimat Ayo kerja yang ada di benak saya.
Sekali lagi saya terhanyut
dalam kalimat merdeka. Saya teringat dengan kalimat sayyidina Ali karomallahu
wajhah tentang kemerdekaan. “Laa syai-a atsmanu minal hurriyyah, walaa sa’aadata
min qiyaami illaa bil waajibi”. Sayyidina Ali mengatakan : tiada sesuatu yang
lebih berharga daripada kemerdekaan, dan tiada kebahagiaan dalam
mempertahankan kemerdekaan kecuali dengan menjalankan kewajiban. Kalimat ini
sangat dalam sekali maknanya. Betapa setiap bagian dari suatu bangsa, memiliki
kewajiban untuk memepertahankan kemerdekaan dengan mengisi hidupnya dengan hal
yang bermakna, dan menebarkkan manfaat sebanyak mungkin. Saya sering
membayangkan, bagaimana jika bangsa ini belum merdeka hingga kini? Akankah kita
bisa belajar senyaman sekarang? Akankah kita bisa beribadah, berpakaian, makan,
melukis, berpergian dengan nyaman tanpa rasa takut didalam hati? Nenek saya
pernah bercerita, dahulu ia pernah melihat, secara langsung. Seorang anak kecil
yang di tembak dibagian kepalanya oleh tentara Jepang karena meludah
sembarangan! Anak KECIL !. Berangkat sekolah ataupun mengaji harus diam-diam
pula. Jadi, saya rasa sangat wajar orang-orang yang hidup di zaman penjajahan
masih banyak yang idealis. Karena sedikit saja kesalahan yang dilakukan bisa
menghilangkan nyawa, apalagi yang melakukan adalah kaum yang direndahkan saat
itu. Ada kisah tak kalah mirisnya, nenek saya bercerita bahwa dahulu rakyat
banyak yang hanya bisa memiliki pakaian dengan bahan karung goni, makan dengan
lauk jantung pisang adalah makanan paling mewah dan beras yang dapat mereka
nikmati hanya sedikit. Uyut saya, biasa saya panggil Abah. Sering mendapat
kiriman makanan, bahan baju yang banyak
dari tentara Jepang. Namun, Abah hanya menerimanya kemudian dibagikan kepada penduduk
sekitar. Kata nenek, Abah tidak ingin
memakan atau memakai suatu pemberian hasil merampas hak orang lain. Abah yang
saat itu menjabat sebagai Wadana menjadi salah seorang tokoh yang dihormati
oleh Jepang. Sebenarnya bukan hanya karena jabatannya, namun lebih kepada
karena kealiman Abah baik dalam ilmu agama maupun umum. Saya kagum dengan Abah,
karena selain ahli dibidang kesantrian, juga pernah mengarang buku kedokteran
sebanyak 10 jilid. Bagi saya para pejuang di masa lalu benar-benar luar biasa. Sangat
banyak tokoh yang bisa dijadikan panutan. Baik segi keilmuan maupun kegigihan
dan keberanian mereka bahkan keimanan mereka kepada Allah swt. Maka, tak jarang
dari pejuang bangsa ini di masa lalu yang memiliki karomah (kemuliaan dari
Allah). Yang sering juga digunakan tuk melawan penjajah. Konon bambu-bambu
runcing yang dipakai oleh pahlawan kita, sudah di do’akan terlebih dahulu
sehingga efeknya lebih dahsyat. Pokoknya kalau sudah bicara pertolongan Allah,
hal yang tidak masuk akal, sangat bisa terjadi.
Tidak tahu ada wangsit
darimana, tiba-tiba hati saya bergetar kala menyanyikan lagu Indonesia Raya. Saya
menjadi lebih mendalami setiap kata yang ada dalam lagu tersebut. Terutama bagian:
“HIDUPLAH
TANAH KU
HIDUPLAH
NEGERIKU,
BANGSA KU
RAKYAT KU, SEMUANYA.
BANGUNLAH
JIWANYA,
BANGUNLAH
BADANNYA,
UNTUK
INDONESIA RAYA...”
Lagu ciptaan Wage Rudolf
Supratman ini membuat saya termenung. Ya, bangsa ini mendapat kemerdekaan sudah
70 tahun. Namun apalah artinya kemerdekaan jika yang mengisi negeri ini banyak
seperti telah mati. 70 tahun lalu, para pahlawan mengorbankan nyawanya tuk kemerdekaan.
Namun kini, banyak bagian dari bangsa ini yang menyia-nyiakan nyawanya tuk
menyia-nyiakan anugerah kemerdekaan. Tentu saya tidak merasa pantas untuk mengatakan ini. Saya larut dalam muhasabah diri. Saya bertanya
pada diri saya sendiri, kontribusi apa yang telah kamu berikan untuk bangsa ini?
Saya hanya bisa menghela nafas..malu terhadap kenyataan diri. Hati saya
berteriak ! teruslah berusaha tuk hidup dan tebarkan manfaat. Hilangkan kebiasaan-kebiasaanmu
yang akan mematikanmu padahal kau hidup!. Jangan sampai kau menjadi bagian yang
membuat para pahlawan sedih karena pengorbanan mereka di sia-siakan.
Terimakasih Ya Allah, atas anugerah Mu..
Terimakasih wahai para Pahlawan ....
DIRGAHAYU INDONESIAKU....
Aku ingin menjadi bagian yang berarti tuk bangsa
ini...
Komentar
Posting Komentar