GENDER IN MY PERSEPECTIVE
Assalamu’alaikum…
Konbanwa minna-san
^^
お元気ですか?
Tonight I’ll write about gender in my persepective. Well, gender is
interesting topic. Sering bikin baper juga, why? Cause this is one of sensitive
topic I think. Bahkan beberapa kalangan atau kelompok menolak tentang pemahman
gender ini, karena dianggap sebagai suatu pemahaman yang mencoba menantang
kodrat. Hehe. Kalau banyak kepala pendapatnya sama semua-kan kurang menarik,
so, let it axis.
Gambaran perbedaan kecondongan laki-laki dan perempuan |
Saya melihat gender adalah suatu pintu untuk memahami bagaimana agar
laki-laki dan perempuan bisa saling bekerjasama dalam suatu bentuk formasi
pembagian peran maupun tugas yang unik. Mengapa unik? Karena setiap pasangan,
anggota keluarga maupun masyarakat, masing-masing individu memiliki keahlian
dan kecenderungan yang berbeda. Selama mengikuti diskusi tentang gender (meski
tidak terlalu sering) saya banyak menemukan topik yang dibahas adalah tentang
kemaskulinan dan kefeminiman dari sisi seperti, bukan hal yang salah apabila
laki-laki menangis, pun bukan hal yang aneh apabila perempuan pantang menangis.
Sebenarnya saya sendiri tidak terlalu masalah dengan pembahasan seperti itu. Hanya
saja, goal yang ingin dicapai dari pemahaman gender yang sebenarnya (as what I think)
yaitu terjalinnya kerjasama yang baik antara laki-laki dan perempuan akan
menjadi jauh. Bahkan justru malah menimbulkan pergulatan perebutan posisi
dominan.
Saat mengikuti diskusi dalam kelas gender yang diadakan Pusat Studi
Gender dan Anak UIN Syarif Hidayatullah, saya mendapati pendapat bahwa bukanlah
masalah dalam gender apabila seorang istri mencari nafkah dan suami mengurus
anak, apabila formasi kerjasama terbaik pasangan tersebut adalah memang begitu.
Begitupun sebaliknya. Saya sendiri setuju dengan pendapat tersebut. Kembali
pada bahwa praktik kerjasama individu dalam pasangan maupun anggota itu
berbeda.
Mungkin diantara teman-teman, ada yang pernah membaca novel serial
anak-anak emak karya Tere Liye. Disana, kita menemukan bagaimana Emak mendidik
Burlian dan Pukat untuk bisa mengepel, menyapu, memasak, menyetrika, yang dalam
pandangan kebanyakan orang adalah pekerjaan perempuan. Apa jawaban Emak pada
Burlian dan Pukat ketika mereka protes diperintah untuk melakukan semua
pekerjaan yang katanya khusus perempuan itu? kira-kira begini "Kalian harus bisa, karena kalian
akan membutuhkan keterampilan tersebut. Untuk hidup dengan baik". Begitu pula
kepada Eliana dan Amelia, Emak mendidik mereka untuk bisa mencari kayu bakar,
menerjang jalan yang terjal, mengangkut barang-barang berat. Ya, intinya
melatih mereka menjadi perempuan yang kuat.
Menyebalkan bukan, kalau melihat saudara laki-laki yang ongkang-ongkang
kaki menyerahkan semua pekerjaan rumah pada saudara perempuannya. Dan orang tua
mengamini dengan membiarkan, dan berpandangan “wajar, mereka kan laki-laki”. Sehingga
mereka pun enggan bekerja sama dengan saudara perempuannya dalam urusan
pekerjaan rumah, meski mereka sendiri gak ada kerjaan -_-‘. Disinilah, salah
satu peranan pemahaman gender. Agar segala sesuatu dapat dikerjakan secara
kerjasama dan tidak saling membebankan. Bukankah berat sama dipikul ringan sama
dijinjing?
Bagaimanapun saya tidak dapat melepaskan diri saya dalam memahami gender
dari doktrin agama. Alhamdulillah, Insya Allah agama akan terus menjadi sumber
pokok saya dalam berpikir. Saya melihat Islam menyusun suatu konsep gender yang
menarik. Salah satu hal yang menarik bagi saya adalah mengenai hadits, dimana
Perempuan maupun laki-laki mendapat larangan keras untuk saling menyerupai.
Nah, yang saya garis bawahi adalah penyerupaan seperti apa yang dilarang? Apakah
seperti dalam hal pakaian, pekerjaan, kegiatan/ hobi, sifat, sikap, atau justru
yang dilarang adalah penyerupaan dalam hal merubah sesuatu yang merupakan
kodrati? Saat saya belajar satu kitab hadits, kalau tidak salah “Mukhtashor
Hadits” saya menemukan larangan bagi wanita memotong rambut terlalu pendek
dengan tujuan untuk menyerupai laki-laki. Hal ini, membuat saya berpikir bahwa yang
dilarang adalah ketika laki-laki dan perempuan membuat perubahan pada
anggota tubuhnya dan segala aksesoris yang menghiasi dirinya, pun berkegiatan
yang maskulin mapun feminim karena ia lebih condong/ untuk menjadi atau menolak
fitrah jenis kelamin yang diberikan. Sederhananya, seorang laki-laki bertingkah
seperti perempuan karena dia inginnya menjadi perempuan. Pun sebaliknya.
Sehingga saya berhipotesis, hal-hal seperti perempuan yang bekerja,
bekerja pun pada bidang yang maskulin, bersikap maskulin, memiliki hobi yang maskulin karena ia memilih menjadi
perempuan yang seperti itu (tidak menolak kodrat ia adalah perempuan) adalah
hal yang sah. Begitu pula bagi laki-laki.
Saya berasal dari keluarga yang mengharamkan
anak perempuannya untuk memakai celana panjang sebagai luaran, bahkan ada dari
saudara saya yang dilarang memakai celana panjang sebagai dalaman untuk gamis. Walaupun
itu jenis celana perempuan dan berukuran lebar (seperti celana silat), sehingga
ketatnya celana atau terlihatnya bentuk tubuh bukan menjadi alasan
satu-satunya. Meskipun, pada kegiatan tertentu seperti olah raga di sekolah
(tidak diluar itu), di dalam rumah atau ditempat renang, Ibu masih mengizinkan
anak perempuannya menggunakan celana sebagai pakaian luar. Tetapi, kalau
saudara ibu lainnya melarang keras anak perempuannya untuk memakai celana
sabagai pakaian luar. Hal yang menajdi alasan dilarangnya kami memakai celana
adalah “karena celana adalah pakaian laki-laki” sehingga disebut suatu kegiatan
menyerupai laki-laki yang dilarang oleh agama. Saya menghargai pandangan ini,
meski saya menolaknya. Saya berpandangan, selama tidak ketat, celana bagi
perempuan adalah sah-sah saja. Kalau pakaian pun diberi label jenis kelamin,
adalah sah-sah saja, tidak pun sah-sah saja. Seperti sudah berkembangnya dunia
fashion yang untuk laki-laki cocok, untuk perempuanpun cocok. Kecuali, pada
konteks jilbab, kan nggak mungkin diganti dengan peci atau topi untuk
menutup aurat.
Oke, jadi konklusi
dari tulisan ini apa???? :D . Tujuan dari pemahaman gender adalah dimana
perempuan dan laki-laki dapat mengetahui potensi masing-masing yang dimiliki
dan saling memahami tanggung jawab yang mampu diemban dengan baik. Tidak penting
bentuk pembagian tugas atau fomasinya seperti apa, yang penting adalah bagaimana saling mengerti dan saling memberi
ruang untuk menerima dan menghargai.
Saya yakin
masih banyak yang keliru dari tulisan saya, kritik dan masukan sangat saya harapkan untuk perbaikan
kedepannya. Terakhir, puisi yang belum lama ini saya buat. Kalau kata adik saya
“itu puisi atau curhat?” dua-duanya :P.
Bukan Karena Aku Perempuan
Bersih-bersih rumah
Bukan karena aku perempuan
Aku naik pagar mencopot spanduk
Bukan karena aku perempuan
Aku mereparasi alat elektronik
Bukan karena aku perempuan
Merawat keluarga kulakukan
Berkarir pun
Bukan karena aku perempuan
Semua, karena aku manusia yang harus
beramal
Mudah-mudahan bermanfaat.
Wassalamu’alaikum..^^
おやすみなさい
Komentar
Posting Komentar