kisah dari KOANTAS



Sudah lama tidak pulang ke rumah di Bekasi. Bukan karena saya sedang kabur, tapi karena saya kuliah di UIN Syarif supaya nggak terlalu cape, saya ngekos di daerah Ciputat. Nah, karena jarak yang tidak terlalu jauh. Gak pulang dua minggu sudah dianggap lama tidak pulang. meski  entah siapa yang anggap seperti itu. :)

Yang paling menarik dari perjalanan pulang itu adalah pas naik KOANTAS 510. Supper sekali rasanya. Apalagi kalau lagi ruamme banget, kapasitas koantas yang maksimal tuk 40 orang bisa jadi di dedetin ditambah kurang lebih 20 penumpang lagi. waww pokoe. 60 orang dalam satu mini bus. Kadang saya bertanya-tanya, ini polisi pada kemanaaa ya? Ko, melanggar aturan gini dibiarkan, lewat TOL pula. 510 adalah satu-satunya angkutan teririt kalau tujuan kita mau ke Terminal Kp. Rambutan. Hanya dengan ongkos 5000 rupiah bisa nyampe ke terminal tersebut. Mungkin plus waktu yang efisien, karena supirnya suka kebut-kebutan.

Setidaknya selama hampir 3 semester ini sudah banyak kisah yang saya rekam, selama jadi penumpang 510 . paling banyak kisah tangan keram, gemeteran karena nahan pas sang sopir ngereem mendadak (kadang saya ngerasa kaya lagi latihan silat.hhe), pernah juga ngerasain ban koantasnya bocor ditengah TOL (alhamdulillah, Allah menghendaki kami semua selamat), kami turun semua di TOL dan ada beberapa ibu-ibu marah ada juga penumpang yang langsung menyetop koantas lain yang melintas, hal yang paling saya ingat saat mendengar obrolan singkat anak-anak yang mengamen.

Untuk kedua kalinya saya putuskan pulang sehabis maghrib. Kebetulan teman saya Devi juga mau pulang habis maghrib dan kita naik angkutan yang sama. Jadi, ada barengannya meski Devi bakalan turun di Pasar Rebo. Kalau gak salah hari itu malam sabtu. Saat saya naik saya ketubruk oleh anak perempuan berkerudung hitam. Saat itu koantas masih belum ramai penumpang, alhamdulillah saya dan Devi masih kebagian tempat duduk. Dekat kursi paling belakang anak kecil berjilbab hitam itu terus bernyanyi sambil diselingi obrolan dengan teman-temannya. Dan ini adalah suara pengamen termerdu yang pernah saya dengar. Saya berkhayal, dia akan menjadi penyanyi hebat kelak. Saya khusyu mendengarkan percakapan mereka dari bangku tengah. Salah seorang teman anak itu bilang gini:

A:  “gue nyesel, waktu itu gue berhenti sekolah”

Jilbab: “lagian lu, orang banyak yang pengen sekolah, lu udah sekolah malah berhenti”

A: “iya makanya gue nyesel, lu jangan sampe kaya gue”
   “sekarang gue, kakak gue , ade gue udah pada bergaul dijalan semua. Ngobat juga udah pernah”

(saya miris dengar itu, dan lebih miris lagi saat saya lihat diri saya gak ngelakuin apa-apa tuk menolong mereka)

Percakapan singkat itu terhenti, sekelompok pengamen cilik itu memutuskan tuk turun di persimpangan jalan dekat POM bensin. Saya lihat ada 2 anak laki-laki sepertinya usia sekitar  kelas 6 SD atau SMP yang begitu nikmat menghisap rokok dan 2 anak perempuan tokoh dialog diatas.
Dari percakapan singkat itu, saya terhenyak. Betapa banyak anggota keluarga pengamen yang terjerumus dalam jalan hidup yang salah. Betapa banyak diantara mereka yang ingin kembali ke sekolah namun terkendala dan begitu banyak yang memincingkan mata kepada mereka, seolah mata-mata itu lebih baik dan tak punya tanggung jawab atas anak-anak itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumpulan Lagu Tajwid

kumpulan lagu anak (Islami)

Tanya Ustadzah Halimah Part 1