Tentang 3 hal (Prof Amin Suma)



Saya teringat bahasa Malaysia-nya kuliah, yup! Kalau di Malaysia kuliah itu “Pengajian”. Bikin senyum ingetnya. Karena di negeri ini kuliah dan mengaji bagaikan hal yang berbeda. Padahal intinya sama-sama proses untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Mungkin jenis ilmu yang di dapatkan membuat keduanya menjadi seperti berbeda. Mengapa seperti berbeda? Karena kalau yang kuliahnya seperti saya, di FSH (Fakultas Syariah dan Hukum) kuliah rasanya sama kaya ngaji di Pesantren. ^^


Omong-omong hari ini Selasa terakhir belajar mata kuliah Tafsir Ayat Ekonomi dalam ruang yang formal. Kalau lagi di zona kuliah matkul ini feel ngajinya kerasa banget. Mungkin karena pembahasan intensif ayat-ayat al-Qur’an dan dosen yang pembawaannya menunjukan cinta dan kekaguman belaiu dengan al-Qur’an. Terlihat sekali kalau dengar penjelasan Prof Amin Suma, berkali-kali beliau mengulang kalimat al-Qur’an ini benar-benar satu untuk semua, lengkap dan indah sekali. Ya… kira-kira begitu kalimat beliau. (Karena kira-kira kalau salah dikit, no matter. Hhe)

Sering saya tenggelam dalam renungan, mungkin kalau nggak di UIN saya nggak akan mendapatkan hal seperti ini. Meski situasi lingkungan di UIN masih ya gitu. Tapi, saya merasa apa yang diajarkan khususnya di jurusan saya ini, begitu kental ketauhidannya dan penekanan akhlaknya. “Alhamdulillah”, saya ingin terus bisa mengucapkan kalimat itu dan juga mewujudkannya dalam kehidupan saya. Pernyataan ini berlaku untuk saya, karena saya tidak bermaksud mengklaim kalau kuliah di tempat lain tidak akan merasakan, dan mendapatkan materi dan feel seperti ini.

Saya mencatat beberapa point materi terakhir yang disampaikan Prof Amin, menarik sekali ketika beliau menyampaikan لله تعالى . Sebuah konsep keikhlasan yang akan sangat berpengaruh dengan kualitas apa yang akan kita lakukan. Bagi saya mendengar ini menjadi suatu pengingat yang berharga sekali. Meski memang kalimat ini sudah sangat sering didengar. Allah benar-benar akan terus mengingatkan hal yang sama sampai kita mengerti dan faham akan apa yang sedang kita fikirkan maupun kita hadapi. Setidaknya itu yang saya fikirkan tentang hal ini. Karena bisa dibilang sering selama saya menjalani kuliah, saya terbayang-bayang oleh rasa takut. Saya merasa takut saya tidak akan bisa bertahan hidup. Saya merasa takut bagaimana saya kerja nanti, bagaimana rumah saya nanti, bagaimana finansial saya nanti. Akan menjadi seperti apa saya kelak. Setidaknya serentetan hal-hal itulah yang terbayang-bayang terus di benak saya. Rasanya benar-benar stress memimikirkan hal yang tidak salah untuk difikirkan, hanya saja menjadi salah karena dengan berfikir kemudian jadi lupa tuk prepare dengan action-action nyata berfikir dan merasa seperti itu adalah hal yang sangat salah. Sangat amat salah. Konsep Lillahi ta’ala, mengingatkan saya bagaimana kita harus menjalani hidup segalanya karena Allah. Dengan begitu segala Allahpun akan terus bersama saya. Dengan landasan karena Allah segalanya tidak akan sia-sia dan hanya yang terbaiklah yang akan diberikan dalam pencapaiannya. Ini adaah konsep terdalam dan akan terus dalam masa pembelajaran dalam mengamalkannya. Tentunya konsep ini membantu saya membuang jauh-jauh rasa takut saya.

Di sela diskusi teman saya bertanya mengenai keberkahan. Apa itu keberkahan prof? Prof Amin menjawab, bahwa keberkahan adalah sesuatu yang dengannya ada kecukupan. Kecukupan yang tak bisa diukur dengan nilai, kecukupan yang mungkin tidak masuk akal. Kemudian beliau mlanjutkan dengan memberi contoh tentang gaji guru. Sudah rahasia umum, gaji guru di Indonesia masih banyak yang jauh dari layak bahkan gak rasional. Mungkin bisa juga masuk dalam kategori nggak manusiawi. Kalimat terakhir tambahan dari saya.hehe Namun Prof Amin, menyampaikan pada suatu penelitian di Indonesia (saya malu mau nanya siapa yang nelitinya) ternyata 70% yang sukses itu anak-anak guru. Inilah salah satu bentuk berkah, selain itu Pak Fudhail (asisten dosen Prof Amin) juga pernah sharing, kalau mau diukur dengar rasionalitas penghasilan beliau sebagai dosen tidak akan cukup untuk menafkahi istri dan anak-anaknya, namun terasa keberkahannya Allah membukakan pintu-pintu rizki yang lain. Kalau bahasa Al-Qur’annya Rizki yang “من حيث لا يحتسب “ dari jalan yang tak terduga. Saya makin yakin akan janji Allah, bahwa siapa yang menolong agama Allah maka Allah akan menolongnya. Bagaimanapun yang termasuk kedalam “menolong agama Allah” kan luas, jadi mangga kalau mau masukin aspek-aspek apa saja yang termasuk kedalamnya. Karena hal sekecil apapun nggak akan Allah sia-siakan. Dengan senyumnya Prof. Amin mengungkapkan, makanya kalau berdo’a mau makan isinya “ Ya Allah berikanlah keberkahan pada kami...” bukan berilah “rasa kenyang atau makanan yang banyaak pada kami” itulah betapa konsep berkah sangat indah sekali.

Terakhir, saya tertarik ketika Prof Amin menyampaikan tentang pengadilan akhirat. Seorang Muslim tidak sepantasnya berkecil hati atas tidak tegaknya keadilan dalam hidupnya, saat segalanya sudah diusahakan agar keadilan tercapai, namun karena bejadnya manusia-manusia buta yang mencabut keadilan seenaknya sehingga menyebabkan keadilan itu tidak tegak, seorang Muslim tetap nggak boleh berkecil hati. Karena percayalah akan pengadilan Sang Maha Adil. Pegadilan-Nya bisa terjadi di dunia dan akhirat. So, sekali lagi jangan berkecil hati.

Tentunya di hari selasa menjelang UAS ini, saya sangat berharap ilmu yang sudah dipelajari menjadi satu ilmu yang berkah. ^^

Jazahumallah ahsanal jazaa. Mudah-mudahan Prof, begitu juga pak Fudhail selalu diberi kesehatan, umur yang panjang serta keberkahan dari Allah SWT. Aamin

Catatan-dipojokan Perpus fakultas
On Tuesday at 14:00
1 December 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumpulan Lagu Tajwid

kumpulan lagu anak (Islami)

Tanya Ustadzah Halimah Part 1