Profesi
![]() |
Jurusan Hukum Ekonomi Syariah. Saya pribadi melihatnya sebagai jurusan yang penuh dengan tugas berat. Bukan dalam artian tugas-tugas kuliah. Tugas yang saya maksud lebih kepada, bagaimana bertanggung jawab atas diri sendiri maupun klien berkenaan hukum positif dan hukum syariah. Yang tentu akibat dari itu semua tak hanya berakhir di dunia ini. Akan berlanjut sampai kelak di akhirat. Apalagi sifatnya maaliyah (harta). Kepala saya rasanya dipenuhi pertanyaan setiap kali menjalani usaha jual beli, sudah sesuaikah transaksi yang saya lakukan?. Itu membuat saya berkata setengah teriak dalam hati “Ya Allah!” gemes saya. Wkwk ngerasa geregetan sendiri. Asa rariweuh begitu kalau dalam bahasa Sundanya.
Saya dan beberapa kawan
sempat berpikir untuk menjadi anggota DSN. Tapi, kami ingat sesuatu. Rasanya nggak
sampai hati, tanggung jawab diakhirat kelak atas fatwa yang sudah dibuat.
Meskipun Ushul Fiqh menerangkan keringanan bagi pembuat fatwa, dua pahala
apabila benar, satu apabila salah. Jadi, selama berusaha semaksimal mungkin
sebagaimana yang telah disyaratkan dan harus dipenuhi, maka tidak dosa apabila
salah.
Teringat dua semester
lalu, tepatnya saat semester enam dengan penuh semangat saya bicara di depan
kawan dekat saya “ Aku harus bisa jadi Konsultan Ekonomi Syariah dan Legal Drafter!” meski belum tahu lebih
jauh tugas seorang perangcang, penjahit, penulis perjanjian. Semuanya terasa
lebih sederhana saat belajar di kelas. Terlebih, semangat semakin terdorong
mengingat masih jarangnya Legal Drafter dibidang perjanjian syariah. Semester tujuh, giliran kawan saya
yang berapi-api. Efek selesai mengikuti pelatihan pembuatan kontrak bisnis.
Katanya, "Andi ingin menjadi Legal Drafter perempuan sekaligus ibu yang baik. Seperti
ibu narasumber pelatihan itu". Sayang sekali, saya tidak terdaftar saat itu. Jadi,
nggak bisa ngebayanginnya.
Kesempatan datang tepat
dua hari ini. Saya tidak pernah membayangkan akan rumit dan banyaknya hal-hal
yang harus diperhatikan dalam drafting. Jujur saat pelatihan karena
terlalu memaksakan diri, kepala saya sakit sampai terasa ke gigi. Karena yang saya dapatkan dalam mata kuliah lebih sederhana. Materi pelatihan membuat saya sesekali teringat dengan ayat itu. Allah berfiman tentang Legal Drafter.
Tentang tugas mulia sang penjahit perjanjian. Saya pikir begitu. Profesi ini dijelaskan dalam ayat terpanjang di al-Quran yang tidak lain
di dalam surat al-baqarah ayat 282. Bagaikan kompas, laksana kunci.
“Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang
lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu´amalahmu itu), kecuali jika mu´amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli, dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian),
maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah
kepada Allah, Allah mengajarmu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Inti dari ayat ini,
menjelaskan tentang kewajiban menuliskan suatu transaksi, cara penulisan,
pelaksanaan, hingga penyelesaiannya. Sangat jelas sekali meski dipahami secara
tekstual. Ayat tersebut menghendaki sifat adil dan kejelasan dari para pihak.
Saya teringat kalimat yang mungkin relevan dengan apa yang diperintahkan,
kalimat ini diulang-ulang saat pelatihan, “meskipun kita harus memperhatikan
betul kepentingan klien, kita tetap harus memperhatikan hak pihak lain dan
peraturan yang ada untuk tercapainya solusi terbaik” kurang lebih
kalimatnya seperti itu.
Satu hal lagi yang
ditekankan oleh narasumber, hal-hal yang harus perhatikan oleh sang penjahit
perjanjian. Memperhatikan dengan teliti apakah benar orang yang bersangkutan
berwenang mewakili perjanjian tersebut? Apakah objek perjanjian sudah
mengantongi segala keabsahan sebagai objek? Memperhatikan dengan baik kata
perkata yang ada, dan segalanya harus dipastikan clear. Sebagaimana Allah
memerintahkan untuk menuliskan dengan benar. Sebagaimana fiqh mengajarkan harus
dipenuhinya syarat-syarat atas setiap rukun.
Hal ini semakin
menarik. Banyak yang harus dipelajari, banyak yang harus dibiasakan. Selain
ditambah dengan belajar sabar, menjadi pendengar yang baik, and also good
adviser. Tanpa sadar, saya tersenyum disepanjang jalan setelah pelatihan
ini. Rasulullah saw menasehati sekaligus menyemangati: “Pedagang (barang/jasa) yang
dapat dipercaya dan selalu jujur, kelak di hari akhirat akan dikumpulkan
bersama para syuhada”. Apapun profesinya, insya Allah bila dijalankan
sesuai rambu-rambu akan menjadi jalan menuju keridhoan-Nya.
Mantap, jadi nya mau ibu yang baik dan contract drafter?
BalasHapusItu Andi yang bilang. Tapi fm juga. 😂
HapusAaamiin:)
Hapus